
Kementerian Kesehatan mengeluarkan beberapa tips bagi masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan kesehatan diri menggunakan ChatGPT sebagai langkah pencegahan penyakit.
“Saat ini kita belum bisa percaya 100 persen terhadap kecerdasan buatan (AI), jadi tetap harus berkonsultasi ke dokter,”
ujar Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan Kemenkes Setiaji saat menghadiri acara temu media di Jakarta, Rabu.
Setiaji menekankan bahwa meskipun teknologi dapat mengidentifikasi gejala dan meningkatkan kesadaran, tetaplah perlu konsultasi dengan dokter.
Kemajuan teknologi AI memudahkan akses informasi kesehatan bagi masyarakat. Menurut Setiaji, masyarakat kini lebih peduli terhadap kesehatan dengan sering mencari informasi mengenai penyakit dan pencegahannya.
Setiaji merekomendasikan agar masyarakat membandingkan informasi yang didapat dari ChatGPT dengan sumber lain yang ada.
“Ini cara paling mudah, jawabannya itu posisinya sama enggak, kalau beda (informasinya), kita wajib waspada,”
Setiaji, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Transformasi Teknologi dan Digitalisasi Kesehatan (TTDK) Kemenkes.
Meskipun teknologi AI berguna, informasi dari AI sebaiknya dijadikan panduan awal dan tidak menggantikan konsultasi dengan ahli kesehatan, tambah Setiaji.
WHO tetap menyarankan agar masyarakat mendapatkan diagnosis dari dokter.
Jika ChatGPT memberikan hasil yang konsisten dengan dokter, masyarakat dapat melanjutkan pemantauan kesehatan melalui layanan kesehatan yang tersedia.
“Sehingga jangan menunggu sakit, baru berkonsultasi. Bukan hanya konsultasi, tapi misalnya bertanya ke ChatGPT atau dokter dan lain sebagainya tentunya dari hasil rekomendasi dan lain sebagainya, itu bukan sekadar dilihat, tapi harus ditindaklanjuti,”
kata Setiaji.
Sumber: Antara
—